Mungkin ini hanyalah kisah picisan tentang dua manusia ciptaan Tuhan. Mungkin semuanya terjadi secara kebetulan dan mereka sebenarnya menyadari ini semua. Ini kisah tentang Naya dan Raya. Naya mungkin adalah kamu, dia adalah gambaran kamu seutuhnya. Kamu bermata belo, itulah dia. Kamu berkulit cokelat, itu juga dia. Kamu berambut lurus, Naya pun seperti itu. Naya cantik atau jelek, itu pilihan kamu untuk menggambarkannya. Baiklah, anggap saja nama kamu NAYA.
Dan
kamu menderita Leukimia.
Hidupmu
awalnya baik-baik saja. Sampai suatu kali kamu menemukan bahwa kamu menderita
leukimia. Dalam perjalanan pulang dari kuliah, kamu terjatuh dari sepeda motor
yang kamu tumpangi. Tidak, kamu tidak mengalami luka parah karena hal ini. Kamu
baik-baik saja. Kecuali, lututmu yang sedikit berdarah. Tapi semenjak saat itu,
kamu tidak sadarkan diri. Berapa lama? Kata perawat yang merawat kamu di Rumah
Sakit, kamu tertidur di ranjang berselimut putih hampir sepuluh hari. Setiap
hari orang silih berganti datang untuk menjengukmu. Mereka berdoa, juga
menangis. Kedua orang tuamu tak henti-henti meminta doa kepada setiap orang
yang datang. Untuk kesembuhan kamu seorang.
Lalu,
suatu hari, kamu tersadar. Bangun dari tidurmu yang sangat panjang. Kamu sudah
bisa mengenali satu persatu orang yang datang menjengukmu. Orang tuamu,
Klara—sahabatmu, Devan—pacarmu, Sisi, Andre, Tris, dan Raya—teman kampusmu.
Suatu
hari, Raya datang seorang diri menjengukmu. Tak ada siapapun di sana, kecuali
perawat yang menemanimu seperti biasa. Kedua orang tuamu sedang pergi ke kantin
untuk makan dan kamu meyakinkan mereka bahwa kamu sudah bisa ditinggal. Kamu
tidak apa-apa. Kamu hanya ingin meyakinkan diri bahwa kemoterapi itu
menyenangkan. Dan kamu butuh sendiri untuk meyakinkan itu.
Lalu,
Raya datang. Kamu tak tahu mengapa dia datang sendirian. Tapi, dia membawakanmu
sebuah buku diary berwarna merah kosong.
“Untuk
apa?” tanyamu waktu itu.
“Untuk
menemanimu, di sini. Tulis saja apa yang kamu rasakan di sini. Ini akan
menemanimu. Aku membelinya dua buah. Satu berwarna merah, satunya biru. Yang
merah untukmu. Tulis kisahmu di sana. Yang biru buatku, akupun akan menulis
hari-hariku.”
Dan
kamu pun menerima diary pemberian Raya. Seperti saran Raya, kamu menuliskan
kisahmu setiap harinya. Kisah tetang seorang gadis penderita Leukimia yang
ternyata sudah divonis hidupnya tak lama lagi. Berapa bulan? Tiga bulan? Lalu,
kisah apa yang akan kamu tulis selama tiga bulan agar kamu bisa pergi dari
dunia ini dengan tenang?
Oh,
mungkin kisah Klara, sahabatmu, yang selalu ada untukmu saat kamu membutuhkan
semangat. Dia sahabat yang baik dan akan selalu menjadi sahabat yang baik.
Klara selalu datang membawakan dan memutarkan lagu One Direction kesukaanmu.
Atau mungkin, kisah kedua orang tuamu yang selalu berdoa memanjatkan doa untuk
kesembuhanmu. Mereka selalu berusaha tegar di hadapanmu, padahal kamu tahu,
mereka rapuh.
Atau
kisah pacarmu. Siapa? Devan. Oh, baiklah, mungkin kamu tak ingin menyapanya
untuk saat ini. Atau kamu ingin menceritakan di buku diary merahmu bahwa dia
ternyata bukanlah seseorang yang menjadi belahan jiwamu. Kamu pernah membuat
suatu janji dengannya, untuk hidup sehidup semati? Oh, ya? Lalu, dimana
sekarang dia saat kamu sedang membutuhkan semangatnya.
Yang
datang justru Klara,
Yang
datang justru teman-teman kamu: Sisi, Andre, Tris, dan......Raya. Mereka
menghiburmu. Dan Raya? Cowok yang sejujurnya selalu ada saat kuliah dulu, di
lingkaran pertemenanmu sejak semester satu, yang kamu anggap sebatas sahabat
untuk berbagi tugas, makan siang bareng, dan tetek bengek lain, justru datang
memberikan suntikan semangat.
Lalu,
dimanakah arti belahan jiwa yang sebenarnya?
Kamu
hidup tak lama lagi. Dan kamu tentu tak ingin menghabiskan waktumu untuk
menulis kisah pilu nan sesak tetang Davan, pacarmu yang dengan pengecutnya
pergi setelah tahu bahwa kamu hidup tak lama lagi.
Dan
Raya datang membawa warna pelangi. Keceriaan. Dia membawa cerita gembira. Bukan
lagi mendung sebelum hujan. Bukan lagi kepahitan.
Dia
yang selalu bilang : “Hidup hanya sekali, jadi buat apa bersedih.”
Dia
yang selalu menyemangati : “Berkaryalah selagi bisa, meskipun hidupmu tak lama
lagi”
Dia
yang terus tersenyum saat mengucapkan : “Butuh keberanian untuk memulai hal
baru. Tapi jika itu sesuai hati nuranimu, kenapa mesti mundur?”
Dia
yang terus menerus bilang : “Jika ada yang abadi dari dirimu dan ingin dikenang
orang, maka berkaryalah.”
Dia
yang tak pernah berhenti berucap : “Cinta itu abadi, meskipun kita telah tiada.”
Dan
dia yang selalu datang penuh senyum. Menemanimu ketika dalam masa-masa
kemoterapi. Berdoa di sampingmu dengan kusyuk, lamat-lamat kamu dengar suaranya
bahwa dia menyebut namamu pelan. Mendoakan agar kamu bahagia.
Lalu,
kamu menulis kisah tentang Raya di buku diary merahmu. Lembar demi lembar kamu
isi dengan cerita tentang dia. Tak ada lagi kesedihan tentang Davan, karena
Raya sudah seperti pelangi yang menghiasi langit setelah mendung dan hujan
petir.
Karena
dia selalu ada, untuk kamu.
Walaupun
sampai halaman terakhir kamu menulis kisahnya di buku diarymu, kamu tak pernah
tahu perasaannya kepadamu. Apakah dia mencintaimu, atau hanya menganggapmu
seperti dulu : seorang sahabat yang sedang membutuhkan semangat.
Saat
kamu baca sekali lagi diary merahmu, bahwa sebelum halaman-halaman terakhir,
banyak kisah tentang Raya dan perasaanmu.
Perasaan
pilumu saat menunggunya di rumah sakit karena dia tak kunjung datang. Perasaan
merasa kehilangan saat satu hari saja dia tak datang menjemput. Perasaan rindu
yang mendera karena tiba-tiba dia sibuk dengan tugas kuliahnya. Kamu kangen
bersama dengannya, bercerita tanpa henti hingga larut malam. Saat dia meminta
ijin kedua orang tuamu untuk menemanimu sambil mengerjakan tugas kuliah, atau
menulis novel di samping ranjang rumah sakit. Dia memang hobi menulis, dan dia
sedang menulis novel. Kata dia, hidup harus berkarya.
Dan
perasaan senang luar biasa saat kamu melihat senyumnya ada di depan pintu
kamarmu di rumah sakit. Meskipun mukanya kuyu, lesu, keringetan karena habis
pulang kuliah.
Lalu
kamu sadar bahwa kamu jatuh cinta.
Kamu
jatuh cinta dengan sahabatmu, si Raya.
Kamu
memendam rasa kepadanya. Raya tidak ganteng, Davan lebih ganteng. Tapi Raya
memiliki sisi yang sangat kamu butuhkan saat ini: perhatian.
Tapi
kamu tak berani mengutarakan perasaanmu. Dan kamu takut jika suatu hari kamu
tak bisa mengungkapkannya. Kamu akan pergi ke surga dengan membawa rasa sesak
karena kamu tak mengungkapkan perasaanmu. Dan di halaman terakhir diarymu, kamu
menulis kalimat singkat. Berharap diary itu akan Raya baca nanti saat kamu
telah tiada, dan dia akan membaca halaman terakhir itu. Karena sampai detik
ini, kamu tak berani bilang. Hanya lewat kalimat itu, kamu berharap dia akan
tahu.
RAYA,
AKU MENCINTAIMU.
#
# #
Pernah
dengar adanya keajaiban Tuhan di dunia ini? Pernah dengar bahwa doa yang terus
diharap, doa yang terus dipanjatkan, kata yang terus diucap, suatu saat akan
terjadi. Dan doa-doa mama, papa, saudara, dan sahabatmu di dengarkan Tuhan.
Juga doa-doa Raya yang selalu ia ucapkan saat di sampingmu.
“Tuhan,
berikanlah kebahagiaan kepada Naya. Jadikanlah dia manusia yang tegar saat ini.
Angkatlah semua penyakit yang dia derita. Dan berikanlah ia keajaibanMu.”
Dan
keajaiban Tuhan itu ada. Kamu sembuh. Kamu keluar dari rumah sakit. Dan satu
orang yang ingin kamu temui saat itu adalah Raya. Kamu ingin memeluknya dan
mengucapkan terima kasih karena ia telah senantiasa memberikan semangat.
Karena
dia telah memberimu Diary merah. Dan kamu ingin ia membacanya. Karena kamu
ingin ia tahu kamu mencintainya.
Dan
pernahkan kamu dengar bahwa Tuhan selalu punya rencana untuk hambaNya? Saat
kamu ingin menyerahkan diary merahmu, justru kamu yang menerima diary biru
Raya. Diserahkan secara langsung oleh orang tua Raya. Kata mereka, Raya meminta
mereka agar menyerahkan diary biru itu kepadamu.
Kamu
buka satu persatu lembar diary biru itu.
Ini
kisah tentang Raya. Dan kehidupannya. Bahwa dia ternyata juga menderita
leukimia. Tubuhnya sudah letih tapi dia terus menerus bersemangat. Lalu dia
juga bercerita bahwa novelnya minggu depan akan dilaunching oleh salah satu
penerbit ternama di Indonesia. Novel yang ia tulis saat menemanimu di rumah
sakit. Dan di halaman-halaman diary birunya, dia selalu berkata bahwa dia akan
terus berkarya sampai dia sudah tak bisa berkarya.
Dan
halaman-halaman terakhir diarynya adalah kisah paling pilu. Dia menulis tentang
penyakitnya yang semakin hari semakin parah. Kini dia sudah ada di surga. Dia
sudah mendahuluimu pergi ke sana. Dan juga cerita perasaannya, kepadamu.
Di
halaman paling terakhir, dia menulis kalimat untumu : NAYA, AKU MENCINTAIMU.
@wignyawirasana
# # #
Salam Ndongeng,
wahh keren-keren (y) suka sm ceritanya
ReplyDeleteIya terimakasih.
DeleteNanti dongeng malam minggu dibaca lagi aja yaah :)
Yaampun, hampir mau netesin air mata rasanya. kalo gue baca sekali lagimungkin bisa nangis :') ahh keren, habis baca ngga langsung komen, merenung dulu.
ReplyDeleteWaduh, apa yang direnungkan nih? Semoga suka dengan cerita-ceritaku nanti
DeleteKeren banget ceritanya, gak tertduga banget endingnya.. galau banget jadi naya :')
ReplyDeleteIya kasihan Naya dan orang-orang yang belum bisa mengungkapkan perasaannya, termasuk saya hehe
Deletewowww dramatis, keren :)
ReplyDeleteHidup kadanf dramatis :)
DeleteAAAAAA Sedih bgt bacanya sampe berderai air mata gini :')
ReplyDeleteTunggu kisah lainnya ya nanti malam. Ada BULAN JATUH DI MATAMU :)
DeleteJujur saja, ini ceritanya bagus banget. Endingnya sedih :l Ternyata si Raya juga kena Leukimia T_T
ReplyDeleteHei, thank you for coming.
DeleteTunggu saja cerita-cerita lain di sini yah.
Salam Ndongeng :)
okeee :))
DeleteNetes..
ReplyDeletenyentuh nice!
ReplyDelete:)
Deleteceritanya, bikin hati berdarah-darah. :(
ReplyDeletesalam kenal ya bro. mampir donk!!
Hati berdarah kayak gimana nih?
DeleteSalam kenal juga.
Kali ini irfan ya hars?ditambah the fault in our stars...mulai kecanduan ni hars...hehehehe
ReplyDeleteKali ini irfan ya hars?ditambah the fault in our stars...mulai kecanduan ni hars...hehehehe
ReplyDeleteAyuk dibaca yang lainnya hehehe :)
Deleteasli, keren mas!!
ReplyDeleteTerimakasih Boy,
DeleteNdak ada yg tahu rencana tuhan. Jadi hidup harus berkarya. Sepakat! (y)
ReplyDeleteterus berkarya :)
Deletepengen deh bisa bikin cerita fiksi begini, bagusss!!
ReplyDeletengasah imajinasinya gimana sih, kak?
terus berlatiih yaaah :)
DeleteHohoho keren
ReplyDeleteTerima kasih yah....
Delete