Aku berhenti bernafas, kurasakan jantungku melompat keluar. Hatiku bergetar kencang, begitukah rasanya jatuh cinta?
Mataku
terpaku saat baris terakhir nama-nama di credit
title mulai menghilang. Aku terduduk di A1, meremas tanganku. Ini
begitu melankolis untuk ukuran seorang laki-laki yang menonton di bioskop
seorang diri. Kamu bisa saja mengalaminya seperti yang kurasakan. Debaran hati,
mata yang tak henti terpana keindahan gerak tangan serta kaki yang berirama,
telinga dirasuki suara-suara indah dari alunan piano, dan aroma popcorn yang masih setengah.
Seorang
petugas menghampiri, seperti menyadarkan bahwa show telah usai. Pukul 23.00 lebih. Waktunya pulang. Di luar,
langit telah sempurna menghitam, tak banyak bintang seperti yang ditampilkan di
layar tadi. Bintang-bintang yang penuh ambisi dan menjadi metafora sederhana
bahwa mimpi itu indah, namun sulit dijangkau.
Aku
mengendarai motor, membelah jalanan ibukota yang tak pernah tidur. Seorang Pak
Ogah masih bekerja mengarahkan mobil-mobil yang hendak putar balik. Mungkin dia
tak semelankolis hatiku malam ini. Namun kuyakin, ia juga memiliki mimpi
sepertiku. Bisa saja ia mengharapkan membeli motor Ninja dengan hasil
keringatnya malam ini.
Jadi
kupikir, semua orang pernah punya mimpi. Jika kamu adalah orang yang
memilikinya, maka tak ada salahnya sepertiku.
Kemudian
seorang teman berkata, saat selesai menemaniku menonton. Katanya, “Bagus kok,
tapi cukup sekali. Mengapa kamu bisa menontonnya enam kali?”
#
# #
Setiap
orang punya rekor sendiri-sendiri. Mungkin membaca novel paling
banyak, lari dengan kaki satu paling cepat, menghafal paling banyak. Atau seberapa
banyak kamu menonton satu film di bioskop
Rekor
terakhirku menonton di bioskop adalah film KINGSMAN ‘THE SECRET SERVICE (2014)’.
Aku menontonnya tiga kali di bioskop. Rekor sebelumnya dipegang oleh ‘The
Conjuring’, baik film pertama atau kedua, masing-masing tiga kali juga. Di penghujung
tahun 2017 ini rekor itu dipecahkan oleh LA LA LAND. Enam kali, mungkin akan
jadi film paling banyak kutonton di bioskop tahun ini.
Balik
lagi, karena ini tentang mimpi. Aku
mencintainya bukan karena romantisme yang ada di sepanjang film, tapi karena
ini tentang mimpi.
Damien Chazelle, sang Sutradara, adalah seorang pemimpi. Sebelumnya lewat film
Whiplash (2014) dia mengajarkan kita tentang ‘ambisi’ seorang penggebuk drum. Di La La
Land, dia memberitahu kita tentang seorang penggila Jazz, aktris, dan
romantisme yang berbalut dengan hal yang kusebut berulang-ulang di atas
‘mimpi’.
Aku
selalu suka film yang penuh kata tersirat tentang ‘ambisi’,
film dengan twist, sinematografi yang
kece, atau lagu-lagu yang memanjakan telinga. Semua itu membalut sempurna La La
Land.
La La Land.
Premisnya sungguh sangat sederhana :
Seorang pecinta musik jazz dan aktris yang jatuh cinta lalu berambisi bersama untuk
mewujudkan mimpi mereka, namun harus berhadapan dengan dua hal yang paling
mematikan untuk para pengejar mimpi, yaitu apakah mengikuti ‘IDEALISME’ atau menuruti
‘SELERA KONSUMEN’.
Bagaimana
akhirnya film ‘ambisius’ ini memikat hatiku hingga aku menonton enam kali?
Tidak,
aku tidak akan bilang bahwa Ryan Gosling bisa sangat menarik untuk kaum
hawa. Kharisma karakternya akan membiusmu, Para Wanita. Dia bermain piano, menari,
menyanyi, dan menatapmu dengan tatapan elang yang akan membunuh hatimu. Aku juga tidak akan membahas bagaimana Gosling belajar memainkan piano selama tiga bulan khusus untuk film ini. Hasilnya? Dia tidak membutuhkan second hand saat proses shooting.
Aku
juga tidak akan bilang bahwa Emma Stone sangatlah cantik. Dia tampak kurus
dengan balutan gaun warna biru atau hijau, menari dengan keluwesan. Dia benar-benar totalitas. Bahkan dia
masih saja enak dilihat ketika memakai sweater lusuh saat audisi terakhirnya. Hai
Para Wanita, kamu akan iri dengan keelokannya di La La Land.
Aku
bahkan tidak akan bilang bahwa aku mencintainya karena film ini sangat
romantis. Tidak. Inti film ini sejujurnya bukan tentang cinta dua orang kekasih,
tapi lebih dari itu.
Jadi,
beginilah akhirnya aku jatuh cinta.
Pertama, sinematografinya sangat lincah
dan indah. Kita akan menyaksikan banyak long
shot yang menarik. Kemacetan tol Los Angeles yang seharusnya memuakkan
dengan lengkingan klakson mobil, diubah menjadi salah satu scene paling
memorable. Romantisme ‘bukit bintang’ semakin menggila saat Mia (Emma Stone)
dan Sebastian (Ryan Gosling) saling mengejek ‘Tidak, kamu bukan tipeku’,
kemudian berlanjut dengan dance keren
yang tak bosan untuk dilihat. Mandy Moore sang Koreografer (tentu saja bukan
penyanyi yang itu) bertanggung jawab atas mataku yang terus terpana & terpaku
melihat Mia dan Sebastian menari. Atau scene-scene Sebastian saat bermain piano
yang disorot dengan lampu terang. Hanya dia saja. Itu sangat indah. Aku tak
bisa menceritakannya lagi, dan banyak, jadi tonton saja!
Kedua, telingaku akan kembali sehat
karena mendengar semua lagu arahan Justin Hurwitz, teman Chazelle saat sekolah
di Harvard. Selain kerja sama yang kompak antara kameramen yang luwes, hal yang
membuat film ini bagus karena Original
Soundtrack-nya yang bisa membuatku tidur damai sepanjang malam. Aku tak mengerti musik jazz. Bahkan aku tak paham dengan nama-nama yang disebutkan oleh Sebastian. Namun, alunan musik dan liriknya telah membiusku. Aku masih
bisa membayangkan saat Sebastian menari bersama seorang wanita tua di atas
jembatan, lalu bersiul merdu. Atau saat Mia dan Sebastian bernyanyi dengan
latar belakang warna hijau. Sangat emosional.
Selain
nadanya yang lincah menari, liriknya syarat makna. Lirik-lirik yang penuh
dengan obsesi, ambisi, mimpi, dan passion.
Aku kemudian jatuh cinta dengan ‘City of Stars’, ‘Another Day of Sun’, ‘Someone
in The Crowd’, A Lovely Night. Perhatikan liriknya. Namun, yang paling
membuatku duduk terdiam lama adalah ‘Auditon’. Dinyanyikan secara apik oleh
Emma Stone dengan latar hitam. Baiklah, aku tak bisa menceritakan lagi, dan
banyak, jadi dengarkan saja!
Ketiga, karena film ini sangat me too. Bagaimana aku seperti bercermin
di semua adegan, dialog, dan juga lirik-lirik lagu. Nasihat seorang atasan di
kantor kepadaku adalah seperti ini ‘ketika
kamu membuat sesuatu, bisa cerita, lagu, atau bahkan pertunjukkan, usahakan orang-orang yang menikmatinya akan bilang ‘Gila, itu aku banget’. Film ini sukses
membuatku berdiri dan berteriak kencang ‘Kampret, ini aku banget’. Tentang aku
yang sampai saat ini terpaku tentang mimpi-mimpiku. Tentang idealisme yang
kupegang terhadap karya-karyaku.
Sebastian terobsesi dengan Jazz, Pure Jazz. Dia ingin membuat club-nya sendiri agar dia bisa memainkan jazz tanpa terikat oleh aturan apapun. Pertanyaannya, apakah orang-orang akan menikmatinya? Sebastian membutuhkan ‘uang’ untuk hidupnya, apartemennnya, kekasihnya, dan apakah ada orang tua yang menginginkan ‘anak gadisnya’ dinikahi oleh orang yang ‘tidak punya pendapatan tetap’.
Sebastian terobsesi dengan Jazz, Pure Jazz. Dia ingin membuat club-nya sendiri agar dia bisa memainkan jazz tanpa terikat oleh aturan apapun. Pertanyaannya, apakah orang-orang akan menikmatinya? Sebastian membutuhkan ‘uang’ untuk hidupnya, apartemennnya, kekasihnya, dan apakah ada orang tua yang menginginkan ‘anak gadisnya’ dinikahi oleh orang yang ‘tidak punya pendapatan tetap’.
Mia
terobsesi menjadi seorang aktris yang diakui. Puluhan audisi ia ikuti. Puluhan
kali ia ditolak. Namun dia tetap berusaha, dan terus berusaha. Bahkan dia sampai rela menyewa satu gedung untuk pertunjukan 'Monolog'-nya. Ingat, dia tidak dibayar, dia justru membayar. Bukannya begitu seharusnya mengejar mimpi? Sampai akhirnya
dia sendiri menyerah dan bertanya-tanya ‘apakah aku memang terlahir untuk
menjadi seorang aktris?’.
Keempat, film ini memuji INDONESIA lewat dialog pendek. Disebutkan : IN DO NE SIA. Dipuji karena negara ini indah dengan resortnya yang keren. Itu mungkin cuma pujian pendek, tapi aku sendiri bangga. Saat orang-orang di negara ini kisruh sana sini, fitnah sana sini, berita hoax sana sini, komen sana sini, share berita yang belum tentu benar sana sini, dan lain-lain, ada secuil kisah di La La Land yang membuat bangga jadi orang Indonesia. Tonton saja sendiri.
Jadi fim ini mengajarkanku tiga hal :
1. Hiduplah dengan bermimpi. Banyak
sekali metafora dan analogi di film ini yang menggambarkannya. Misalnya:
mengapa Sebastian dan Mia harus menyanyi dan menari di planetarium? Karena
mimpi dianolagikan dengan bintang-bintang di langit? Mengapa Damien harus
membuat scene ‘sapu tangan’ terbang,
kemudian mereka berdua ikutan terbang dan menari? Karena bintang-bintang itu
letaknya jauh sekali, seperti mimpi.
2. Bekerja keraslah untuk mimpimu,
wujudkan, janganlah menyerah, namun harus tetap realistis dengan hidupmu
sendiri. Apakah kamu sudah benar-benar berada di titik paling rendah saat
berusaha? Apakah kamu sudah benar-benar mencurahkan semua usahamu?
3. Berkaryalah sesuatu yang sangat
kamu sukai, buatlah yang ‘me too’ untuk ‘konsumen’-mu. Kamu tinggal memilih,
apakah kamu ingin menuruti ego idealismemu atau mengikuti arus sungai
penikmatmu? Tak ada yang salah. Dua-duanya memiliki konsekuensi.
Layaknya
seseorang yang jatuh cinta, aku tak bisa melihat kecacatan apapun dari film
ini. Apakah kamu pernah melihat kecacatan dari orang yang kamu cintai? Tidak,
tentu saja tidak.
Aku
menikmati gambarnya, tanpa harus mencari-cari letak buruknya.
Aku
menikmati lagunya, tariannya. Semua.
Aku menontonnya begitu saja. Tanpa pikiran. Tanpa ingin mencari kelemahan. Seperti orang yang sedang jatuh cita. Buta oleh keburukan.
Rolling
Stone Indonesia berkata, “Di sinilah La La Land menunjukkan masalahnya, taman
ria yang menjanjikan pertunjukan besar bisa juga terasa tanpa jiwa. Di beberapa
bagian film ini terasa seperti kumpulan formula yang sekadar menjalankan perintah.
Konfliknya kering. Sebastian dan Mia terlihat terisolasi dari realita. Karakter
mereka kadang terlalu sederhana. Orang-orang di sekeliling mereka hanyalah
figuran yang tak berarti apa-apa. Sebastian dan saudara perempuannya, Mia dan
teman-temannya (juga orang tuanya). Hubungan mereka kepada kenyataan yang
terbatas ini menjatuhkan kedua karakter sebagai delusional.” ( sumber : rollingstone.co.id )
Aku
tidak peduli dengan itu. Karena aku jatuh cinta.
Namun
pesanku untuk kamu, terutama laki-laki, yang ingin menonton film ini. Ini film
sangat romantis. Jika kamu tidak suka dengan hal romantisme dan melankolis, oke
sebaiknya kamu jangan menonton. 30 menit pertama kamu akan muak dengan adegan
romantis, nyanyian, dan hal-hal lain.
Tapi
jika kamu adalah pelukis, penulis, seniman, penyanyi, aktor, fotografer, desainer, atau orang-orang
yang penuh dengan MIMPI, NONTONLAH. TONTON. BAHKAN HINGGA ENAM KALI.
“La
La Land adalah tentang passion. Passion untuk seni dan untuk cinta, dan semoga
passion yang kami miliki saat membuat filmnya adalah sesuatu yang bisa penonton
rasakan,” kata Demian (All Film, edisi 81
2016).
Seperti
kata Mia saat audisi terakhirnya :
“Here's to the ones who dream. Foolish, as they may seem. Here's to the hearts that ache. Here's to the mess we make”
Seperti
kata Nidji : “Mimpi adalah kunci”. Begitulah film ini dibuat dengan mimpi dan
ambisi sutradaranya.
Terakhir, aku ingin bilang : film ini cantik.
Semoga
aku tidak berlebihan karena sudah menontonnya 6 kali. Bagaimana denganmu?
* * *
Update : LA LA LAND mendapatkan 14 nominasi di Oscars. Dan memenangkan 5 kategori: Best Director, Best Actress, Best Original Music Score, Best Cinematography, Best Production Design. See?
jadi penasaran nih, banyak yang bisa diambil hikmahnyaya
ReplyDeleteSegera nonton biar nggak nyesel nantinya :)
DeleteSaya belum nonton, semangat meraih mimpi kak
ReplyDeleteAyo nonton. FIlm bagus lho :)
DeleteNonton di bioskop nyampe 5 kali? 😱
ReplyDeleteDuh kalau aku paling gak betah nonton di biokop. 😂
Wah, padahal nonton di bioskop punya sensasi sendiri, kan??
DeleteMeskipun saya tidak terlalu memikirkan hikmah dari nonton tapi setelah dipikir-pikir ada juga benarnya hikmah yang disebutkan sampeyan. Terimakasih
ReplyDeleteSelamat bermimpi...
DeleteAsyik reviewnya... saya juga suka banget sama film ini. So classy... cuco lah dapet banyak award nih film. :)
ReplyDeleteOST-nya bisa nempel terus di kepala...
Deletenonton 5 kali dan membuat review semanis ini. Gimana nonton 10, 20 kali. Untuk kelas cowok mereview dengan bahasa begini, ee cieee. dah ah :)
ReplyDeletentar nonton ah kemrin temanku udah donwload, tau ah darimana. awalnya gak peduli juga, apasih lalaland, rame banget, sampe akhirnya baca review ini. AKU HARUS NONTON heheh
agnesiarezita(dot)com
Update aja sih, aku akhirnya nonton yang keenam...
Deletei love this movie a lot and I like your writing style also ~
ReplyDeleteThank youu...
DeleteBaiklah. Semakin semangat untukku nonton film ini. Makasih resensinya kece bangeet
ReplyDeleteIya jangan sampai ketinggalan hehe...
Delete