[SERIAL] MATA RANTAI (25)



Gordon yang menggunakan mobil Arya sudah berhasil menemukan Juna dan Ariana di dekat apartemen yang tidak selesai di bangun. Apartemen itu letakknya jauh di belakang Gedung Mata Rantai. Tidak ada penerangan di sana. Satu-satunya penerangan datang dari mobil Arya. Apartemen itu tampak sangat menyedihkan, seperti kuburan yang tak berpenghuni. Tikus-tikus besar berseliweran. Juna tentu saja merasa jijik dan segera melesat masuk ke dalam mobil karena ia takut bertemu dengan kecoa.
Dodo dan Dede yang ikut serta di dalam mobil masih belum tahu apa yang terjadi. Tadi Juna meneleponnya dan memintanya untuk pergi ke tempat ini. Keadaan begitu menjadi kacau saat mendadak gedung Mata Rantai terbakar satu dan mobil polisi serta pemadam kebakaran datang.
Sebelumnya, sebuah mobil sport milik Crain keluar dengan cepat disusul oleh dua mobil lain.
Juna dan Ariana masuk ke dalam mobil. Mobil kemudian melesat menjauh dari apartemen, memasuki gang-gang kecil di perumahan.
“Maaf telah merepotkan kalian, tetapi keadaan benar-benar sedang genting dan kita haru segera menuju Monas,” ucap Juna sesaat setelah mereka ada di dalam mobil.
“Crain benar-benar gila. Aku tidak menyangka bahwa dia adalah otak di balik semua kekacauan ini. Dan dia sinting sekali memanfaatkan Mata Rantai untuk kepentingan dirinya,” kata Dede menggebu-gebu.
“Tentu kalian akan lebih tidak percaya saat aku mengatakan bahwa Arya ada di pihak mereka,” ucap Juna pelan.
Semua orang membisu. Berita itu seperti sebuah api di tumpukan jerami kering di musim kemarau.
“Aku belum yakin apa motif mereka sehingga mereka menginginkan batu mata rantai, seperti ingin memakannya saja. Ini pasti lebih dari sekedar berurusan dengan makhluk-makhluk di Galeri Mahakarya,” jelas Ariana.
“Ya, akupun berpikiran seperti itu. Ini pasti sudah direncanakan. Dan jawabannya akan kita dapat setelah kita berada di Monas. Gordon, lebih baik kamu menambah kecepatan agar kita segera sampai di sana.”
Gordon mengangguk. Dia menginjak gasnya dan melajukan mobil itu dengan lebih gesit.
Juna merenung di bangku belakang. Dia menguraikan satu persatu kejadian selama ini. Ini pasti saling berkaitan. Apa yang sebenarnya mereka inginkan. Batu mata rantai pasti menjadi pemicunya. Juna memejamkan mata, mengingat setiap kejadian dengan cepat. Pikirannya kembali ke sketsa-sketsa yang ia lihat kemarin. Crain adalah seorang pembunuh karena memiliki masa kecil yang sangat kelam. Secara psikologis, di memori otak jangka panjangnya sudah terekam semua hal yang ia lakukan saat ia membunuh ayahnya. Crain adalah anak kecil yang malang karena mendapat perlakuan tak menyenangkan dari ayahnya. Dan itu berefek pada dirinya yang mendadak menjadi bertangan dingin. Dan perlahan-lahan dia memang membutuhkan sosok yang mengayomi dirinya, sosok seoarang ayah. Dan itu ia dapatkan dari Mahesa, lalu karena ia sakit hati dengan pengkhianatan Mahesa ia justru membunuhnya. Dan kini ada Arya yang menggantikan itu semua. Tetapi, jika ini semua hanyalah masalah balas dendam Mahesa kepada Crain, dan Crain akan menggunakan batu itu untuk mengendalikan Mahesa, mengapa ia membuat Gedung Mata Rantai hancur. Pengalihan? Iya ini pasti hanyalah pengalihan agar aksinya di Monas tidak ada yang sadar. Tetapi, apa yang akan ia lakukan di Monas?
Ayo berpikirlah, Juna. Berpikirlah.
Aku tak menyangka Arya terlibat, apakah dia sakit hati karena Tuan Juna yang kini memimpin Mata Rantai?” tanya Gordon tiba-tiba.
Juna menoleh.
Sakit hati? Otak Juna mendadak seperti dialiri listrik.
“Ini semua pasti karena sakit hati,” ucap Juna. “Aku tahu. Arya pasti menginginkan Mata Rantai.”
“Tetapi, apa yang sebenarnya khasiat batu mata rantai?” tanya Dodo. “Dari cerita-cerita yang menyebar di Mata Rantai, khasiat batu itu masih simpang siur. Aku tidak yakin bahwa batu itu bisa mengendalikan makhluk-makhluk? Apakah kalian berpikiran sama denganku? Tidak rasional.”
Untuk kedua kalinya, otak Juna dialiri listrik. Ia teringat dengan isi dari salah satu buku di rak Tuan Mata.
“Ya, kamu benar,” kata Juna. “Legenda yang tersebar memang sudah salah kaprah. Aku pernah membaca satu buku di ruang baca Tuan Mata generasi pertama, dan ia sendiri menulis bahwa batu mata rantai itu sebenarnya sangat berbahaya. Makanya, batu itu disimpan di salah satu masjid dan didoakan setiap hari. Karena eksperimen Tuan Mata ternyata salah. Batu itu justu membahayakan siapapun yang menggunakannya.”
“Dan sekarang Crain akan menggunakannya?”
Juna menarik nafas. “Ini pengalihan. Batu itu masih tersimpan rapi di tempatnya.”
“Tetapi kita tetap harus pergi ke Monas?” tanya Ariana.
“Tentu saja. Kita harus mencegah Crain.”
“Akhirnya aku bisa pergi ke Monas di malam hari, Juna.”
“Sepertinya tidak,”
Ariana menoleh ke arah Juna. “Mengapa?”
“Kamu harus pergi ke suatu tempat. Gordon akan mengantarkanmu.”
# # #

Di waktu yang sama, di belakang mobil Crain yang melaju kencang di Jalan Sudirman, kobaran api menghentakkan malam dengan cahaya kuning kemerahan. Api itu berasal dari reruntuhan salah satu gedung Mata Rantai. Raungan suara mobil polisi melintas, seperti mengejek suasana di Sudirman. Arya yang di belakang kemudi tampak menatap jauh ke depan, sementara di sampingnya ada Crain melihat-lihat isi buku petunjuk mata rantai.
“Buku lusuh ini yang membuatku harus membunuh beberapa orang. Tetapi kita sudah hampir mendekati cita-cita kita, Arya. Aku tidak sabar menunggu nanti malam, saat malam detik kabisat nanti. Apakah kamu seantusias diriku?” Crain menatap Arya. “Aku lega akhirnya kita tak perlu berpura-pura lagi, menyembunyikan hubungan kita.”
Arya menoleh tersenyum. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyiapkan malam ini. Semuanya awalnya hanya sebuah cita-cita kecil antara dirinya dan Crain, di suatu sore lima belas tahun yang lalu. Arya sedang duduk di ruangannya ketika Tuan Mata mengenalkan dirinya dengan seorang Chief yang baru. Seorang pengusaha sukses yang dipercaya Tuan Mata untuk menjadi salah satu Chief Mata dan memimpin anak perusahaan baru di bidang Lifestyle. Orang itulah yang dari awal kemudian menarik hatinya. Alexa Crain ternyata seorang lelaki cerdas, tetapi juga seorang pengkhianat yang ulung.
Suatu sore setelah mereka bersama selama sebelas tahun tahun, Crain bilang bahwa dia tahu tentang batu mata. Khasiat batu itu. Kemudian dia datang kepada Arya dan bilang bahwa Arya bisa memanfaatkan batu itu untuk menguasai Mata Rantai.
“Kamu pasti sudah tahu, Arya, Tuan Mata tidak mungkin menyerahkan tonggak perusahaan ini kepadamu. Mata Rantai pasti akan diserahkan kepada keturunannya, kan? Kamu tahu itu. Dan aku tahu, kamu pasti menginginkan memimpin perusahaan ini. Iya, kan?”
Arya membenarkan perkataan Crain, kekasihnya. Ia memang menginginkan jabatan tertinggi di Mata Rantai. Apalagi setelah Tuan Mata sering sakit-sakitan, beliau tidak sepenuhnya bisa memimpin. Dan beberapa hal, Aryalah yang selalu menjadi orang keduanya.
“Tetapi, beliau pasti tidak akan menyerahkan perusahaan ini kepadamu. Beliau memiliki dua orang anak yang bisa saja diserahi perusahaan ini. Kita tahu bahwa Mata Rantai selalu dipimpin oleh generasi Mata. Dan kamu bukan generasi Mata.”
“Ya, aku tahu.”
“Oh, come on. Buka mata. Kamu tidak harus seumur hidup menjadi budak Mata Rantai, kan? Ingat ya, ada mimpi-mimpi di hidup kita yang harus kita kejar. Dan aku yakin, mimpi kamu tidak hanya sebatas menjadi asisten pribadi Tuan Mata. Lagian, jika kamu jadi pemimpin Mata Rantai, kita bisa menggunaan Batu Mata sesuka hati.”
“Batu Mata tidak boleh dipergunakan sembarangan, Crain. Kamu tahu itu, kan?”
“Tetapi jika kita bisa menggunakan batu itu, kita bisa mengendalikan makhluk-makhluk dari dunia lain. Kamu tahu sendiri, kan, sejarah Mata Rantai telah melegendakan batu itu. Kita tahu semua bahwa batu itu bukanlah batu sembarangan. Dia batu yang dibuat selama bertahun-tahun oleh Tuan Mata generasi pertama. Dinaungi oleh doa-doa. Kamu tahu sendiri, aku sekarang selalu diganggu oleh mantan-mantan aku.”
“Cinta pertama kamu, maksudnya?” Arya melengos. Hatinya terbakar. Ia tahu, pasti masih ada sedikit ruang di hati Crain untuk Mahesa.
“Kamu kalo cemburu terlihat lebih lucu.” Crain menyubit pipi Arya. “Dengar, sekarang aku bersamamu, dan tidak ada lagi nama dia di hidupku.”
“Tapi kamu akan membangun galeri impianmu di atas tanah kuburannya. Untuk mengabadikan namanya?”
Crain terdiam. “Apakah cinta harus diusik oleh hal-hal semacam itu?” tanyanya. “Setiap orang punya cinta pertamanya, tetapi bukankah yang terpenting apa yang ia miliki sekarang. Bukankah cemburu bumbu cinta?”
Arya tersenyum. “Aku paham.” Ia memeluk erat Crain. Sore hampir usah, semburat jingga mendadak dihapus warna hitam selembar demi selembar. “Jadi ceritakan, mengapa kamu menginginkan batu itu.”
“Aku ingin menggunakan batu itu untuk…” Ragu ia mengatakannya. “Untuk membantu orang-orang. Orang yang kesepian sepertiku, mereka yang hanya tinggal di gubuk-gubuk, di bawah-bawah jembatan, mereka yang membutuhkan kasih sayang. Aku percaya bahwa kebahagian itu akan muncul karena memiliki uang. Mustahil jika mereka tidak punya uang, mereka akan bahagia. Aku membutuhkan batu itu untuk mereka.”
“Sebentar, aku tidak setuju dengan ucapanmu. Uang? Tidak sepenuhnya dia akan memberi kebahagiaan.”
“Arya, jangan munafik. Jika diminta untuk memilih, apakah kamu akan hidup sengsara dalam gelimangan harta atau tidak? Jangan terlalu sinisme untuk masalah uang. Aku yakin semua orang menginginkannya. Aku, kamu, rakyat, orang-orang di bawah jembatan, dan itulah mengapa masih ada orang yang korupsi padahal gaji mereka sudah cukup. Itu semua bermuara dari satu hal, D U I T. Ngerti kan maksudku?”
“Ya, aku tahu. Tapi, aku pernah melihat dua orang suami istri yang hidup di samping Jalan Pantura. Mereka bahagia. Jadi, bukan selamanya uang memberi bahagiaan.”
“Apakah kamu tahu, bagaimana kehidupan mereka? Terbelit hutang? Dikejar rentenir? Come on, berpikirlah rasional.”
“Oke, oke anggap saja aku setuju. Lalu akan kamu gunakan untuk apa batu itu?”
Crain memutar tubuhnya. “Legenda batu itu sungguh menarik sekali. Batu itu adalah batu yang ditempa bertahun-tahun, didoakan bertahun-tahun, dan khasiatnya akan semakin ketara saat detik kabisat atau tahun kabisat tiba. Karena di tahun itu, terjadi persimpangan di dunia ini. Batu itu akan membuat pemegangnya menjadi penguasa untuk makhluk-makhluk. Pertama, aku akan menggunakannya untuk mengendalikan Mahesa. Meskipun kita bekerja di Mata Rantai, dan bisa berkomunikasi dengan mereka, tetapi tahukan kamu, Mahesa meninggal dengan sangat tidak wajar. Dan dia tidak lagi menjadi makhluk yang diridhoi. Dia menjelma iblis. Dan dia tentu saja ingin tubuhnya utuh kembali, di dunia. Itulah mengapa dia selalu menggangguku. Dan mungkin saja ia bisa membalas dendam padaku. Kedua, aku ingin sekali menggunakan batu itu untuk mengendalikan makhluk-makhluk yang bisa membantuku mengumpulkan uang sebanyak mungkin.”
“Makhluk seperti apa yang bisa seperti itu?”
“Para pencuri uang. Tidak tahu?”
“Tuyul?”
“Tentu saja. Mereka pencuri ulung.”
“Lalu, uang siapa yang hendak kamu curi? Aku tentu tidak akan setuju jika kamu mencuri uang tanpa sebab. Aku tidak ingin menyandang predikat tambahan sebagai pencuri. Cukup sebagai pembunuh.”
“Tentu saja tidak. Aku pasti akan mencuri uang-uang yang bisa kucuri.”
“Siapa?”
“Koruptor.” Crain memicingkan matanya. “Tentu itu bukan hal yang salah. Ingat, mereka adalah pencuri. Apa salahnya kita curi lagi, kan? Lagian itu akan terasa mudah, karena kamu sudah punya akses ke pemerintahan, Arya. Kamu akrab dengan mereka.”
Arya tampak ragu.
“Ayolah. Kamu pasti akan mendukungku, kan?”
“Apakah aku bisa menolaknya? Aku terlalu mencintaimu, dan aku pasti akan terus membantumu. Tetapi….” Arya menelan ludah. “Kita seperti teroris, ya?”
“Tidak. Bukankah sudah kukatakan, aku hanya ingin membantu orang-orang yang membutuhkan di luar sana.”
Sore itu, Arya masih belum sepenuhnya mengamini ucapakan Crain. Tetapi, suatu malam, ketika Tuan Mata memanggilnya untuk memberitahu siapa penerus pemimpin Mata Rantai. Dan jantung Arya terguncang saat bibir Tuan Mata perlahan mengucapkan satu nama. Dan itu bukalah dirinya.
Otaknya langsung berputar, mengingat setiap inci semua percakapan dengan Crain beberapa tahun lalu. Tentang batu mata, tentang cita-cita Crain. Dan akhirnya Arya pun setuju untuk menuruti rencana Crain. Namun masalahnya, selama bertahun-tahun membuat rencana itu, dia belum pernah melihat batu mata dan buku petunjuk seperti yang didongengkan orang-orang. Sampai malam itu, Tuan Mata bilang bahwa hanya penerus Mata Rantailah yang akan diwarisi batu itu. Selama pemimpin Mata Rantai masih hidup, maka hanya dua orang yang mengetahui letak batu mata: pemimpin itu sendiri dan pemegang warisan yang sudah teruji bertahun-tahun. Dilan, pemegang warisan itu, adalah orang yang terlalu patuh dengan Tuan Mata. Dialah satu-satunya orang yang akan memberitahukan letak batu itu kepada pemimpin mata yang baru. Dari situlah, Arya selalu berusaha menjadi orang kepercayaan Juna Mata.
Dan malam ini adalah waktunya. Satu-satunya waktu yang tepat untuk melancarkan rencana mereka yang telah disusun bertahun-tahun. Tepat pukul  00.00 nanti malam, mereka harus mengaktifkan batunya.
“Kamu sudah menyiapkan list nama-nama koruptor itu, Sayang?” pertanyaan Crain membuyarkan lamunan Arya.
Arya mengambil kertas kecil dari balik jasnya. “Tentu saja. Pemimpin penyelidikan korupsi yang memberiku langsung.”
“Untung sekali kamu bisa berteman dengan mereka.”
“Hanya orang-orang tertentu yang bisa diajak kerja sama. Ada juga yang tidak. Seperti katamu, mereka yang butuh uang lebih yang mau membantu.” Arya nyengir.
Crain membaca satu persatu nama-nama di kertasnya.
“Ini,” Arya menyerahkan sebuah flashdisk kepada Crain. “Flashdisk yang berisi nomer rekening dan akses untuk membobol rekening mereka. Kamu sudah meminta Janero untuk mempersiapkan sistemnya, kan?”
“Untung saja dia bekerja di Departemen IT, ya? Si bodoh itu kini buta karena rasa cemburu.”
“Botol-botol tuyulnya sudah ada di Jakarta, kan?”
“Sudah ada di Monas. Semua sesuai rencana. Tepat pukul dua belas lebih satu detik nanti, kita akan menyebarkan mereka. Agar mereka pergi ke rumah-rumah, apartemen-apartemen, bank-bank untuk menyusupkan dengan sistem itu. Kekacauan internet malam ini, tentu akan membuat kita mudah untuk membobol rekening mereka.”
“Ide untuk pengalihan isu ke bom di gedung Mata Rantai sangat brilian.”
“Tentu saja. Setelah ini, tentu kita hanya tinggal menyebar berita bahwa Juna Mata sedang frustasi karena telah membuat Mata Rantai hancur. Dia menanam bom di gedung. Beres. Kita tinggal menunggu berita kematiannya. Kuharap si bodoh Janero bisa langsung membunuhnya. Jadi kita langsung bisa berpesta malam ini.”
“Tentu saja. Kita akan berpesta, Honey.” Arya menggenggam tangan Crain erat.
# # #

Langit malam Jakarta tampak semakin menggelap saat ini. Tidak ada bintang yang terlihat. Yang ada justru arak-arakan asap pekat dari arah timur yang menuju Jakarta.
Jauh di atas pucuk Monas, beberapa orang tampak mengangkat box-box berisi botol-botol bening.
“Apa kira-kira isi botol ini?” tanya salah satu dari mereka.
Yang lain mengangkat bahu.
Botol-botol dikeluarkan dan diletakkan berjejer di atas lantai.
Di dalam salah satu botol itu, seekor tuyul tengah mendekam dengan muka pucat.
Orang-orang di dalam puncak Monas itu tidak tahu bahwa langit di luar Jakarta semakin pekat. Dan asap yang berarakan dari arah timur tampak menuju ke Monas. Seakan asap itu dipanggil oleh seseorang.

baca kelanjutannya di sini

2 comments

  1. Aku ngak mau pergi ke monas kak, mau nya ke menara effiel aja

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya bukan traveller kayak Kak Cumi nih yang sudah melalang buana.

      Delete