[ARTIKEL] BELAJAR MENULIS DARI RADITYA DIKA


Mengapa masih saja jatuh cinta, padahal kamu tahu rasanya  sakit patah hati.
Tak perlu bertanya, siapa yang pernah patah hati. Setiap orang selama hidupnya pernah mengalaminya minimal satu kali. Orang yang patah hati akan mengalami berbagai macam hal seperti perubahan perilaku, daya pandang, pola pikir. Hal ini dikarenakan ketidakstabilan emosi yang meledak-ledak.
Lalu buat apa kita patah hati berlarut-larut, sementara si dia sudah bahagia bersama orang lain. Dia sudah bahagia dengan hidupnya.
Apakah kita akan terus terpuruk? Bukankah lebih baik kita berprestasi. Saya pernah menulis cara-cara agar cepat move on di sini. Salah satunya adalah dengan berkenalan dengan banyak orang, berteman dengan siapa saja. Banyak sekali caranya, salah satunya adalah dengan ikut workshop.
"Mengapa ikut workshop bisa mengobati patah hati?"
Karena kamu bisa berkenalan dengan banyak orang, kamu akan menemukan orang-orang yang sevisi dengan kamu. Jika kamu suka traveling, ikut saja workshop tentang traveling. Jika kamu suka ngeblog, kamu bisa ikut workshop ngeblog. Ikuti workshop yang sesuai dengan minatmu. Maka kamu akan menemukan duniamu. Kamu akan bertemu orang-orang yang sehobi denganmu dan itu sangat membantumu untuk segera melupakan dia.
Banyak sekali workshop yang diadakan. Salah satunya adalah yang diadakan oleh Manajemen Raditya Dika & Nyunyu.com pada tanggal 21-25 September 2015 di Conclave Café, Jakarta Selatan. 
Di workshop Kelas Menulis Raditya Dika, setiap harinya ada topik kepenulisan yang berbeda.
Dari kelima topik yang ditawarkan, topik Kesalahan Penulis Pemula menjadi topik yang paling lengkap. Karena Raditya Dika membahas beberapa kesalahan yang paling sering dilakukan penulis pemula saat menulis. Dari hal inilah, pembahasan melebar dari awal kreatif sampai proses editing.
Ibarat patah hati yang selalu menyesal di akhir cerita, maka jangan sampai ketika menjadi penulis kita juga menyesal saat novel kita ditolak penerbit karena kita melakukan kesalahan-kesalahan.


MEMUKAU DENGAN KALIMAT PERTAMA
Radit, yang dulu pernah jadi Pemred di Penerbit Bukune, memberi rahasia penting penerbit ketika menyeleksi naskah. Penerbit hanya akan membaca 5 halaman pertama dan yang paling penting adalah kalimat pertama. 
Jika 5 halaman pertama lolos, maka akan dilanjutkan dengan membaca 5 halaman terakhir. Jika lolos lagi, maka penerbit akan random membaca 5 halaman tengah. Jika lolos, selamat naskahmu diterima.
“Dan masih kata Radit, ratusan bahkan ribuan naskah ditolak penerbit karena KALIMAT PERTAMA yang kurang menarik”
Kalimat pertama itu ibaratnya seperti cinta pada pandangan pertama. First impression kamu ketika bertemu dengan orang yang kamu cintai. Jika kamu tidak menarik, kamu akan mendapatkan ucapakan selamat tinggal.
Mengapa penting?
  • Membuat pembaca ‘nyantol’ (bahasa radit : Hook-nya bagus)
  • Atensi orang itu rendah. Jadi jika kurang menarik, ya siap-siap ditinggal.
Apa kesalahan kebanyakan penulis pemula?
Mereka selalu memulai dengan :
  • Matahari bersinar dengan terang. Burung-burung bernyanyi. Awan berarak.
  • Jordan bangun dari tidur ketika jam berdering keras seperti konser musik.
"Lupakan cara memulai cerita dengan seperti itu."
Lalu bagaimana caranya?
  • Mulailah dari tengah.
  • Mulailah dengan adegan
  • Hindari menulis dari sisi ‘pemandangan’, kecuali kamu menulis tentang traveling
  • Bisa dimulai dengan sebuah statement yang menarik (opini/kata mutiara). Biasanya ini dipakai untuk personal story seperti KAMBING JANTAN.
Beritahu pembaca apa yang ingin kamu sampaikan. Intinya jangan bertele-tele. Cek 100 kalimat pertama novel terbaik di dunia di sini.  Kita belajar dari sana. Buatlah pembaca bertanya-tanya dengan kalimat itu.
“Kalimat pembuka terbaik saat ini : Call Me Ishmel. – Herman Melville, Moby-Dick (1851)”
Mengapa terbaik? Tentu kita akan bertanya-tanya, siapa Ishmel? Mengapa dia begitu ‘angkuh’ dan percaya diri? Apa latar belakang kehidupannya?
Cek juga cara saya membuka serial MATA RANTAI di sini.

POINT OF VIEW
Kesalahan kedua penulis adalah kesalahan dalam menentukan Point of View (PoV). PoV adalah sudut pandang macam apa yang dingin dipakai dalam menulis cerita.
PoV Orang Pertama: ditandai dengan pemakaian aku.
PoV ini lebih personal, tetapi lebih sulit karena kita harus tahu benar-benar karakter dari si-aku. Jika dia seorang Detektif, maka kita harus tahu tingkah laku detektif itu seperti itu apa. 
Lantas, bagaimana biasanya penulis pemula melakukan kesalahan?
Penulis pemula kadang membuat kesalahan karena kurang riset”
Misalnya, penulisnya seorang anak berusia 17 tahun dan dia harus menulis tokoh umur 30 tahun. Karena kurang riset, tingkah tokoh 30 tahun akan terbawa menjadi seperti tingkah anak 17 tahun. Jadi intinya riset, riset, dan riset.
Atau seperti ini: 
Aku duduk sendiri di tepi jendela. Dia datang menghampiriku. Dia bingung. Beberapa kali dia mengusap keringat yang keluar dari sela rambutnya. (Dia bingung? Bagaimana tokoh si ‘aku’ tahu kalo dia bingung. Ini hanya semacam asumsi. Kebanyakan penulis pemula melakukan kesalahan ini)

PoV Orang Kedua : ditandai dengan pemakaian ‘dia’
Untuk penulis pemula, tidak disarankan untuk memakai PoV ini. Selain karena tidak ‘lazim’, karakternya jadi kurang menonjol.

PoV Orang Ketiga : ditandai dengan pemakaian ‘nama’
Dipakai untuk menceritakan beberapa sudut pandang. Lebih bebas. Tetapi kekurangannya, kita harus tahu banyak sifat karakter. 


SHOW, DONT TELL
Setiap penulis ternama yang mengajarkan cara menulis, pasti akan mengajarkan hal ini. Mereka selalu bilang: Show, don’t tell saat pendeskrisian sesuatu. Tetapi mereka juga selalu bilang, keduanya bisa digunakan, asal tahu porsinya.

Telling dipakai untuk ‘memberitahu’ kepada pembaca info yang tidak terlalu penting, tidak terlalu berhubungan dengan cerita secara keseluruhan. Ketika cerita ingin maju lebih cepat.
Showing dipakai untuk ‘memperlihatkan’ kepada pembaca. Pembaca dilibatkan, tetapi masih diberi ruang untuk berimajinasi.

Contohnya?
Telling : Dia Cantik
Showing : Dia tampak berjalan anggun ke arahku. Rambutnya terurai panjang hitam. Mukanya tampak bersinar diterpa cahaya keemasan dari lampu….

Usahakan dalam novel, lebih banyak showing daripada telling. Berikan ruang pembaca untuk ‘membayangkan’. Pembaca juga harus jeli, kapan menggunakan telling, kapan showing.


GAYA BAHASA
Gaya bahasa digunakan agar cerita kita tidak kering, lebih imajinatif, lebih berwarna. Tetapi tidak boleh terlalu banyak. Seperti cinta, kita tidak boleh terlalu mencintai sesuatu lho. Karena saat kehilangan, akan terasa sakit. Cinta berlebih hanya kita berikan untuk Sang Pencipta.
Kesalahan penulis pemula adalah terlalu lugas dalam membuat kalimat, dalam menggambarkan sesuatu. Jadinya kurang greget, kurang berwarna.
Macam gaya bahasa yang familiar adalah metafora, personifikasi, hiperbola, dll. Cek di google ya contoh-contohnya.
Kebanyakan penulis pemula menggunakan dialog seperti di kehidupan sehari-hari.
“Hai,”
“Hai juga.”
“Apa kabar?”
“Baik.”
“Mengapa kamu ada di sini?”
“Aku ingin bicara sesuatu.”
“Apa?”
“Aku punya lelaki pujaan lain.”
“APA? SIAPA? Kamu membuatku patah hati.”

Oke. Stop. Lupakan cara menulis dialog seperti itu. Dialog digunakan untuk menguatkan deskripsi cerita. Dialog harus MENGANDUNG INFORMASI PENTING yang mendukung cerita. Jangan pernah berdialog seperti di kehidupan nyata. 

PENUTUP SESI WORKSHOP
Pesan Raditya Dika untuk penulis pemula.
"Penulis humor itu banyak, penulis romance itu banyak. Jadilah yang paling beda agar diingat."
Jadilah Penulis yang Punya Voice. 
Voice adalah ciri khas dari si penulis. Cara menemukan voice itu dengan banyak-banyak latihan, dengan banyak-banyak mengidolakan penulis, dan banyak-banyak membaca.

Mengapa harus mengidolakan banyak penulis? 
Karena kalau kamu hanya mengidolakan 1 penuis, kamu bisa mendapat komentar : “Kok tulisanmu mirip si Dewi Lestari, ya?”

Ketika kamu mengidolakan banyak penulis, maka :
  • Cara mendiskripsikan tempat, kamu belajar dari Dewi Lestari
  • Cara membuat metafora, kamu belajar dari Neil gaiman
  • Cara membuat kalimat pertama, kamu belajar dari John Green
Sehingga tulisanmu itu gabungan dari penulis-penulis itu membentuk gaya kamu sendiri. 
Jadi kamu akan mempunyai gaya kamu sendiri. Voice kamu akan tercipta saat ada seseorang yang bilang: Ah, ini gaya nulis kamu banget. Dan itu tidak bisa terbentuk secara instan, prosesnya bertahun-tahun. Intinya baca, baca, dan baca.
Kalau dari dunia penyanyi, voice itu ciri suara penyanyi. Dengan memejamkan mata, kita bisa kan membedakan suara AFGAN, TULUS, JUDIKA, FATIN, atau AGNES MO?
Nah, sebagai penulis, kita juga harus seperti itu. 

kesalahan-kesalahan kepenulisan tersebut bisa kita baca juga di e-book panduan nulis dari Raditya Dika: RAHASIA MENULIS KREATIF (hubungi management@radityadika.com untuk mendapatkannya atau search di google J ).
Selain ilmu, dari workshop ini juga bisa nambah temen yang sehobi dan sevisi dengan kita. Dan tentu saja, siapa tahu kamu mendapatkan pengganti si dia.

Jadi bener kan Radit bisa mengobati patah hatimu? Atau kamu justru semakin patah hati.

14 comments

  1. Oh yeah!! Mantap sekali ulasannya!

    Ini quote yg kusuka banget:
    "Penulis humor itu banyak, penulis romance itu banyak. Jadilah yang paling beda agar diingat."

    Thank you, Wignya! ;D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hutang lunas ya hehe.

      Sama-sama.Yuk sama-sama mewujudkan mimpi untuk Indonesia :)

      Delete
  2. wah, bermanfaat.. :) thanks ya review dan ilmu nya...

    ReplyDelete
  3. keren banget informasinya, terimakasih terimkasih *sembahsujud*

    ReplyDelete
  4. makasi gan sangat bermanfaat

    ReplyDelete
  5. Sangat bermanfaat, terima kasih hehe^^

    ReplyDelete
  6. Waw mantap, saya jadi semakin bersemangat nih.

    ReplyDelete
  7. alhamdulillah ketemu isian manfaat ini...

    ReplyDelete
  8. Intinya sama dengan formula yg saya untuk blog kang.
    Headline yg atraktif, angle yg beda, dan gaya bahasa yg sesuai.
    Mantep euy. Makasih kang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yeah, menemukan gaya sendiri juga penting.

      Tetap semangat.

      Delete